Oleh Kharisma Intania Banyak yang masih bingung dengan bakat dan kemampuan yang dimiliki, bakat dan kemampuan setiap orang pasti berbeda-beda. Nah, tugas kita adalah menemukan bakat dan kemampuan yang kita miliki. Bakat adalah keahlian atau kelebihan yang dimiliki oleh seseorang yang berasal dari keturunan ataupun berasal dari lahir. Bakat sendiri dipercaya sebagai hal yang paling disenangi oleh manusia karena bisa membantu manusia. Bakat erat hubungannya dengan pekerjan yang nantinya akan kita kerjakan, misalnya anda memiliki bakat bermain sepakbola, maka anda bisa menekuni sepak bola sebagai pekerjaan. Pun juga jika anda berbakat sebagai pelukis, anda bisa menjadi pelukis atau berprofesi sebagai designer. Kita sering bertanya kepada diri sendiri, apa sebenarnya bakat yang kita miliki, banyak orang merasa bosan dengan pekerjaan yang mereka kerjakan dan menganggap pekerjan yang mereka lakukan tidak sesuai bakat dan kemampuan. Meskipun, jika tidak di asah
Menganalisis Kemarahan VOC
1. Lahirnya VOC
Seperti telah dijelaskan di muka bahwa
tujuan kedatangan orang-orang Eropa ke dunia timur antara lain untuk
mendapatkan keuntungan dan kekayaan. Tujuan ini boleh dikatakan dapat
dicapai setelah mereka menemukan rempah-rempah di Kepulauan Nusantara.
pada 20 Maret 1602 secara resmi
dibentuklah persekutuan kongsi dagang Belanda di Nusantara sebagai hasil
fusi antarkongsi yang telah ada. Kongsi dagang Belanda ini diberi nama Vereenigde Oost Indische Compagnie
(VOC) atau dapat disebut dengan “Perserikatan Maskapai Perdagangan
Hindia Timur/Kongsi Dagang India Timur”. VOC secara resmi didirikan di
Amsterdam.
Adapun tujuan dibentuknya VOC ini antara lain untuk:
(1)
menghindari persaingan yang tidak sehat antara sesama kelompok/kongsi
pedagang Belanda yang telah
ada,
(2) memperkuat kedudukan Belanda dalam
menghadapi persaingan dengan para pedagang negara lain.
VOC dipimpin oleh sebuah dewan yang beranggotakan 17 orang, sehingga disebut “Dewan Tujuh Belas” (de Heeren XVII).
Mereka terdiri dari delapan perwakilan kota pelabuhan dagang di
Belanda. Markas Besar Dewan ini berkedudukan di Amsterdam. Dalam
menjalankan tugas, VOC ini memiliki beberapa kewenangan dan hak-hak
antara lain:
- melakukan monopoli perdagangan di wilayah antara Tanjung Harapan sampai dengan Selat Magelhaens, termasuk Kepulauan Nusantara,
- membentuk angkatan perang sendiri,
- melakukan peperangan, mengadakan perjanjian dengan raja-raja setempat,
- mencetak dan mengeluarkan mata uang sendiri,
- mengangkat pegawai sendiri
- memerintah di negeri jajahan.
2. VOC semakin merajalela
Pada tahun 1614 Pieter Both digantikan
oleh Gubernur Jenderal Gerard Reynst (1614-1615). Baru berjalan satu
tahun ia digantikan gubernur jenderal yang baru yakni Laurens Reael
(1615-1619). Pada masa jabatan Laurens Reael ini berhasil dibangun
Gedung Mauritius yang berlokasi di tepi Sungai Ciliwung
VOC menuju kebangkrutan
Pada abad ke-17 hingga awal abad ke-18,
VOC mengalami puncak kejayaan. Penguasa dan kerajaan-kerajaan lokal
berhasil diungguli. Kerajaan-kerajaan itu sudah menjadi bawahan dan
pelayan kepentingan VOC. Jalur perdagangan yang dikendalikan VOC
menyebar luas membentang dari Amsterdam, Tanjung Harapan, India sampai
Irian/Papua. Keuntungan perdagangan rempahrempah juga melimpah. Namun di
balik itu ada persoalan-persoalan yang bermunculan. Semakin banyak
daerah yang dikuasai ternyata juga membuat pengelolaan semakin kompleks.
Pada tahun 1749 terjadi perubahan yang mendasar dalam lembaga
kepengurusan VOC. Pada tanggal 27 Maret 1749, Parlemen Belanda
mengeluarkan UU yang menetapkan bahwa Raja Willem IV sebagai penguasa
tertinggi VOC. Dengan demikian, anggota pengurus “Dewan Tujuh Belas”
yang semula dipilih oleh parlemen dan provinsi pemegang saham (kecuali
Provinsi Holland), kemudian sepenuhnya menjadi tanggung jawab Raja. Raja
juga menjadi panglima tertinggi tentara VOC. Dengan demikian VOC berada
di bawah kekuasaan raja. Pengurus VOC mulai akrab dengan pemerintah
Belanda. Kepentingan pemegang saham menjadi terabaikan. Pengurus tidak
lagi berpikir memajukan usaha perdagangannya, tetapi berpikir untuk
memperkaya diri. VOC sebagai kongsi dagang swasta keuntunganya semakin
merosot. Bahkan tercatat pada tahun 1673 VOC tidak mampu membayar
dividen. Kas VOC juga merosot tajam karena serangkaian perang yang telah
dilakukan VOC dan beban hutang pun tidak terelakkan.
3. VOC
menuju kebangkrutan
Pada abad ke-17
hingga awal abad ke-18, VOC mengalami puncak kejayaan. Penguasa dan kerajaan-kerajaan lokal berhasil diungguli.
Kerajaan-kerajaan itu sudah menjadi
bawahan dan pelayan kepentingan VOC. Jalur perdagangan yang dikendalikan VOC menyebar luas membentang dari Amsterdam,
Tanjung Harapan, India sampai
Irian/Papua. Keuntungan perdagangan rempah
rempah juga melimpah. Namun di balik itu ada persoalan-persoalan yang bermunculan. Semakin banyak daerah
yang dikuasai ternyata juga membuat pengelolaan
semakin kompleks. Semakin luas daerahnya, pengawasan juga semakin sulit. Kota Batavia semakin ramai dan semakin padat.
Orang-orang timur asing seperti Cina
dan Jepang diizinkan tinggal di Batavia. Sebagai pusat pemerintahan VOC, Batavia juga semakin dibanjiri penduduk,
sehingga tidak jarang menimbulkan masalah-masalah sosial.
Pada tahun 1749
terjadi perubahan yang mendasar dalam lembaga kepengurusan VOC. Pada tanggal 27 Maret 1749, Parlemen Belanda mengeluarkan UU yang menetapkan bahwa
Raja Willem IV sebagai penguasa tertinggi
VOC. Dengan demikian, anggota pengurus “Dewan Tujuh Belas” yang semula dipilih oleh parlemen dan provinsi pemegang saham
(kecuali Provinsi Holland), kemudian
sepenuhnya menjadi tanggung jawab Raja. Raja juga menjadi panglima tertinggi tentara VOC. Dengan demikian VOC
berada di bawah kekuasaan raja.
Pengurus VOC mulai akrab dengan pemerintah Belanda. Kepentingan pemegang saham
menjadi terabaikan. Pengurus tidak
lagi berpikir memajukan usaha perdagangannya, tetapi berpikir untuk memperkaya diri. VOC sebagai kongsi
dagang swasta keuntunganya semakin merosot.
Bahkan tercatat pada tahun 1673 VOC tidak mampu membayar dividen. Kas VOC juga
merosot tajam karena serangkaian perang yang telah dilakukan VOC dan beban
hutang pun tidak terelakkan.
Sementara itu para
pejabat VOC juga semakin feodal. Pada tanggal 24 Juni 1719 Gubernur Jenderal
Henricus Zwaardecroon mengeluarkan ordonansi untuk mengatur secara rinci cara
penghormatan terhadap gubernur jenderal, kepada Dewan Hindia beserta isteri dan
anak-anaknya. Misalnya, semua orang harus turun dari kendaraan bila berpapasan
dengan para pejabat tinggi tersebut, warga keturunan Eropa harus menundukkan
kepala, dan warga bukan orang Eropa harus menyembah. Kemudian Gubernur Jenderal
Jacob Mosel juga mengeluarkan ordonansi baru tahun 1754. Ordonansi ini mengatur
kendaraan kebesaran. Misalnya kereta ditarik enam ekor kuda, hiasan berwarna
emas dan kusir orang Eropa untuk kereta kebesaran gubernur jenderal, sedang
untuk anggota dewan hindia kuda yang menarik kereta hanya empat ekor dan
hiasannya warna perak. Nampaknya para pejabat VOC sudah gila hormat dan ingin
berfoya-foya. Sudah barang tentu ini juga membebani anggaran.
Posisi jabatan dan
berbagai simbol kehormatan tersebut tidaklah lengkap tanpa hadiah dan upeti.
Sistem upeti ini ternyata juga terjadi di kalangan para pejabat, dari pejabat
di bawahnya kepada pejabat yang lebih tinggi. Hal ini semua terkait dengan
mekanisme pergantian jabatan di tubuh organisasi VOC. Semua bermuatan korupsi.
Gubernur Jenderal Van Hoorn konon menumpuk harta sampai 10 juta gulden ketika
kembali ke Belanda pada tahun 1709, sementara gaji resminya hanya sekitar 700
gulden sebulan. Gubernur Maluku berhasil mengumpulkan kekayaan 20-30 ribu
gulden dalam waktu 4-5 tahun, dengan gaji sebesar 150 gulden per bulan. Untuk
menjadi karyawan VOC juga harus dengan menyogok. Pengurus VOC di Belanda
memasang tarif sebesar f 3.500,- bagi yang ingin menjadi pegawai onderkoopman (pada hal gaji resmi per
bulan sebagai onderkoopman hanya
f.40,-), untuk menjadi kapitein harus menyogok f.2000,- dan begitu seterusnya
yang semua telah merugikan uang lembaga. Demikianlah para pejabat VOC
terjangkit penyakit korupsi karena ingin kehormatan dankemewahan sesaat. Beban
utang VOC semakin berat, sehingga akhirnyaVOC sendiri bangkrut. Bahkan ada
sebuah ungkapan, VOC kepanjangan dariVergaan Onder Corruptie (tenggelam karena
korupsi) (Taufik Abdullah dan A.B. Lapian (ed), 2012).
Dalam kondisi
bangkrut VOC tidak dapat berbuat banyak. Menurut penilaian pemerintah keberadaan
VOC sebagai kongsi dagang yang menjalankan roda pemerintahan di negeri jajahan
tidak dapat dilanjutkan lagi. VOC telah bangkrut, oleh karena itu, pada tanggal
31 Desember 1799 VOC dinyatakan bubar. Semua utang piutang dan segala milik VOC
diambil alih oleh pemerintah. Pada waktu itu sebagai Gubernur Jendral VOC yang
terakhir Van Overstraten masih harus bertanggung jawab tentang keadaan di
Hindia Belanda. Ia bertugas mempertahankan Jawa dari serangan Inggris.
KESIMPULAN
1. Yang dimaksud dunia Timur penghasil rempah-rempah itu ternyata
Kepulauan Nusantara.
2. Setelah menemukan daerah penghasil rempah-rempah, perdagangan
meningkat. Untuk menghindari persaingan antar pedagang satu bangsa dibentuklah
kongsi dagang. Misalnya Inggris membentuk IEC berpusat di India. Belanda
mendirikan VOC di Indonesia.
3. VOC mula-mula dipimpin oleh Dewan Tujuh Belas (de Heeren XVII) yang
berkedudukan di Amsterdam, kemudian agar lebih efektif dan produktif diangkat
jabatan gubernur jenderal yang
berkedudukan di Hindia.
4. VOC sebagai kongsi dagang yang ingin mencari untung sebanyak-banyaknya,
kemudian semakin bernafsu untuk menguasai daerah-daerah di Nusantara dengan
memerangi beberapa kerajaan yang ada. VOC akhirnya menjadi kongsi penjajah.
Mulailah bercokol konolialisme dan imperialisme di Indonesia.
5. Pada masa kejayaannya, wilayah kekuasaan VOC semakin luas. Ternyata hal
ini menimbulkan masalah dalam hal manajemen pemerintahan. Pengawasan tidak
dapat berjalan secara baik. Berbagai penyelewengan mulai terjadi. Pegawai atau
pengurus VOC mulai hidup mewah dan berfoya-foya. Penyakit korupsi semakin
merebak. Hutang VOC meningkat, dan kas habis untuk membiayai perang. VOC berada
pada posisi bangkrut.
Komentar
Posting Komentar